islamic Center

Desember 2014 ~ Islamic Center

Dibalik Travel Warning Amerika

Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia di Jakarta mengeluarkan peringatan keamanan bagi warganya yang tinggal atau tengah berada di...

Jagalah Pandanganmu

Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata kepada yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam....

Bagaimana Islam Memandang Korupsi

Melihat keadaan saat ini, betapa banyak orang yang melakukan perbuatan yang amat tercela ini. Bahkan hampir kita dapati dalam semua lapisan masyarakat...

Amalan Yang Gugur Karena Media Sosial

Amalan sholeh yang tidak mengetahuinya kecuali Allah Yang Maha Mengetahui amalan hambanya. Bukan amalan yang disiarkan apalagi dipamerkan melalui status FB, atau jadi display picture BB....

Pergeseran Makna Cinta

Dalam ilmu bahasa, kita mengenal istilah pergeseran makna kata. Pergeseran bisa ke arah konotatif positif maupun negatif....

Rabu, 31 Desember 2014

Sejarah Terompet dan Petasan Dalam Tahun Baru

Memasuki pergantian tahun 2014 menuju 2015 yang merupakan hari libur nasional, Kebiasaan sebagian ummat Islam ikut-ikutan merayakan Tahun baru dan aksi meniup terompet, menyalakan petasan dan kembang api, konvoi di jalanan, membakar ikan, jagung dan jenis makanan lainnya yang dikhususkaan untuk memperingati pergantian tahun, mengadakan pertunjukan musik dll. Naudzubillah..
Tahukah anda bahwa Tradisi meniup terompet ini pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan. 
Orang-orang Yahudi dahulu melakukan hal itu sebagai kegiatan ritual yang dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet” pada tahun baru Taurat.

Bandung Gelar Istighosah Untuk Rayakan Tahun Baru

Surat Perintah Bandung
Banyaknya musibah yang melanda Indonesia dan yang terbaru tragedi jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 menyisakan banyak kesedihan, khususnya bagi keluarga yang berduka. Sebagai bentuk kepedulian, Walikota Bandung Ridwan Kamil membatalkan acara pesta kembang api menyambut tahun baru 2015.

Hukum Merayakan Tahun Baru

Kembang Api Tahun Baru

Perayaan tahun baru Masehi (new year’s day, al ihtifal bi ra`si as sanah) bukan hari raya umat Islam, melainkan hari raya kaum kafir, khususnya kaum Nashrani. Penetapan 1 Januari sebagai tahun baru yang awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM), diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, yaitu Paus Gregorius XII tahun 1582.  Penetapan ini kemudian diadopsi oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (www.en.wikipedia.org; www.history.com)

Akhlak Adalah Bagian dari Syariat Islam

Akhlaq

Akhlak merupakan bagian dari syari’at Islam, yakni bagian dari perintah dan larangan Allah. Akhlak merupakan sifat yang harus dimiliki seorang muslim guna menyempurnakan pengamalannya terhadap Islam.

Selasa, 30 Desember 2014

Cara Setan Menyesatkan Manusia

Iblis
Seandainya ada orang yang telah menekuni suatu pekerjaan selama lima puluh tahun,misalnya-dapat dipastikan kalau ia sangat paham dan mengerti seluk beluk,tata cara dan segala rahasia pekerjaan tersebut.

Bolehkah Mengucapkan Selamat Natal?

Hukum Ucapan Natal
Di bulan Desember ini seperti tahun-tahun sebelumnya dan sepanjang tahun, selalu muncul pertanyaan yang ditujukan kepada saya, tentang boleh tidaknya mengucapkan 'Selamat Natal'. Jawaban saya cukup singkat: TIDAK!

Sebagian memberikan alasan bahwa mereka masih terikat pada pekerjaan yang dalam posisi sulit mengelak untuk mengucap 'Selamat Natal' pada relasi, customer, bos, atau atasan. Sebagian yang lain beralasan karena untuk menjaga hubungan baik, kekerabatan, kekeluargaan dengan saudara, ipar, orang tua, mertua ataupun tetangga.




Bahkan ada yang berdalih, rekan kerja suaminya, tetangga atau kerabatnya yang beragama Kristen, selalu hadir saat Idul Fitri, memberikan selamat dan bahkan ikut meramaikan perayaan Idhul Fitri di rumah. Maka, 'tidak enak' rasanya kalau harus cuek kala mereka sedang merayakan Natal. Dan seringkali 'toleransi' dijadikan dalih untuk menempatkan Muslim pada posisi sulit sehingga terjebak untuk berpartisipasi dalam kegiatan Natal.

Dan jawaban saya tetap tidak pernah berubah, cukup singkat, TIDAK BOLEH!. Apapun alasan, kita tidak boleh mengucapkan 'Selamat Natal' dalam apapun kondisinya.

Kali ini kita tidak membahas tentang Natal dari sudut sejarah. Karena insyaAllah kita sudah mengetahui semua, bagaimana sejarah Natal dan pengaruh budaya pagan Romawi yang kental mewarnai ritual 25 Desember ini. Namun kita akan membahas Natal dari sisi ibadah dan dampaknya pada aqidah.

Hakekat Natal
Natal adalah sebuah peringatan terhadap lahirnya Yesus (Isa as) sebagai Tuhan. Apakah benar Yesus dilahirkan pada 25 Desember? Tidak juga. Alquran menginfor-masikan bahwa Isa as lahir saat pohon kurma sedang berbuah lebat hingga buah-buahnya jatuh berguguran. Dan ini mustahil terjadi pada bulan Desember.

Namun yang penting ditekankan disini bahwa Natal adalah peringatan terhadap hari lahirnya/hadirnya Yesus sebagai Tuhan. Yang perlu digarisbawahi adalah kalimat, 'Yesus sebagai Tuhan'. Sehingga, peringatan Natal ini sesungguhnya adalah sebuah ibadah. Sebuah ibadah inti dalam agama Kristen. Karena tanpa peringatan 25 Desember (lahirnya Tuhan) maka eksistensi agama Kristen pun tidak ada.

Natal adalah ibadah yang masuk dalam wilayah aqidah. Karena di sinilah mula eksistensi ketuhanan agama lain (Kristen). Natal adalah salah satu inti iman Kristen.

Idul Fitri
Berbeda dengan Natal. Idhul Fitri adalah sebuah perayaan Muslim setelah melakukan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Idul Fitri diisi dengan acara silaturahim, maaf memaafkan antara keluarga, tetangga, kerabat dekat maupun jauh, relasi di kantor, dsb. Perayaan ini memasuki wilayah hablu-minannas.

Konsistensi Menjaga Aqidah
Ketika seorang Kristen datang pada saat Idul Fitri dan mengucapkan selamat Idul fitri atau bahan ikutan mengucap 'mohon maaf lahir bathin', sesungguhnya tidak ada pelanggaran aqidah/iman yang dilakukan oleh orang Kristen tersebut terhadap agamanya. Mereka sangat menyadari hal ini. Jadi jangan heran ketika mereka sangat antusias ikut serta dalam perayaan Idhul Fitri. Karena tidak ada pelanggaran apapun dalam iman mereka. Tapi justru ini menjadi pintu masuk untuk menunjukkan bahwa mereka sangat toleran terhadap umat Islam dan secara tidak langsung juga menuntut agar umat Islampun toleran terhadap mereka dan agar Muslim tidak menolak ketika mereka mengajak untuk berpartisipasi dalam Natal. Ini tidak fair!

Tapi coba perhatikan, adakah mereka mau mengucapkan selamat kita Muslim merayakan Idhul Adha (Idul Qurban)? Tentu tidak pernah dan mereka tidak akan mau. Karena ketika seorang Kristen mengucapkan Idhul Adha kepada Muslim, maka ia sudah melanggar iman mereka. Mengapa demikian?

Idhul Adha
Bagi umat Islam, Idhul Adha adalah peringatan yang merefleksikan peristiwa keikhlasan dan loyalitas Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT dengan mengikhlaskan putranya Nabi Ismail AS untuk disembelih.

Namun dalam keimanan Kristen, putra tunggal Nabi Ibrahim AS adalah Ishak AS. Bibel tidak mengakui Nabi Ismail sebagai putra nabi Ibrahim. Iman Kristen sebagai mana yang tertulis dalam Bibel menyatakan bahwa putra yang akan disembelih oleh Nabi Ibrahim adalah Ishak, bukan Ismail.

Kejadian 22:2
Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
Bahkan lebih jauh, Nabi Ismail AS yang dihormati dalam Islam sebagaimana nabi-nabi yang lainnya, namun dalam Kristen Nabi Ismail dikatakan sebagai seorang laki-laki yang perilakunya seperti keledai liar.

Kejadian 16:11-12
Selanjutnya kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: "Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu itu.

Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya."

Sehingga, jika seorang Kristen meng-ucapkan selamat Idhul Adha berarti ia telah mengingkari ayat-ayat dalam kitab suci mereka. Menodai keimanan mereka terhadap firman Tuhannya.

Jika ucapan Idhul Fitri tidak membawa dampak apa-apa bagi umat Kristen, tapi justru menguntungkan mereka. Namun ucapan Idhul Adha justru akan sangat membahayakan iman/aqidah mereka. Dan hingga saat ini mereka sangat konsisten mempertahankan iman mereka.

Pertanyaannya, mengapa kita sebagai Muslim harus mempertaruhkan atau bahkan menggadaikan aqidah kita dengan mengucap 'Selamat Natal' atas dalih toleransi? Ini bukan toleransi, tapi pemerkosaan aqidah.

Dikutip Dari  Bolehkah Mengucapkan Selamat Natal? - Irena Handono

Intervensi Demokrasi Dalam Islam (Part - 4) Habis

Demokrasi
Sebuah acara “Nurcholis Madjid Memorial Lecture III” yang digelar di Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (21/10/09), mengundang Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, untuk menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Politik Identitas dan Masa Depan Plularisme di Indonesia.”
Dalam orasinya, Syafii Maarif yang dikenal sebagai kontributor liberalisme menyinggung soal gerakan-gerakan Islam seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang kerap mengampanyekan penegakan syari’at Islam dan khilafah Islamiyah.
Syafii menyatakan, “sikap MMI yang menyatakan bahwa penolakan syari’at Islam secara konsititusional termasuk kategori kafir, fasik, dan zalim, adalah pernyataan yang berbahaya bagi pluralisme. Kalau beragama secara hitam putih, mungkin lebih baik saya jadi atheis saja,” tegasnya.
Dengan menggunakan retorika agitatif, Maarif menganggap bahwa tuntutan formalisasi syari’at Islam sebagai beragama hitam putih. Lalu menuduh Majelis Mujahidin (MM) sebagai kelompok takfir (mengafirkan mereka yang menolak formalisasi syari’at Islam). Sekalipun Syafii Maarif tidak akan dapat membuktikan tuduhannya terhadap MM -karena itu bukan sikap MM- tetapi lontaran keji itu sudah menyebar bagai virus yang melahirkan trauma ukhuwah Islamiyah.
Majelis Mujahidin tidak pernah merasa paling benar, apalagi mengafirkan Muslim lainnya. Tetapi tidak membenarkan yang benar adalah kesalahan. Dan tidak mengatakan kafir terhadap mereka yang dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya, adalah kekafiran juga. Maka sikap MM dalam hal ini sesuai dengan sikap Islam, sebagaimana firman Allah:
“Siapa saja yang tidak berhukum pada hukum Allah adalah kafir, fasik, dan zalim.” (Qs. Al-Maidah, 5: 44, 45, 47).
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Syafii Maarif yang tercatat sebagai anggota dari“Trilateral Commission” sebuah lembaga yang berada di bawah kendali Zionis, memang dikenal sebagai orang yang berada dalam gerbong para penolak formalisasi syariat Islam. Dalam diskusi yang banyak dihadiri para aktivis liberal itu, Syafii dengan kalimat nyinyir mengatakan, “Kalau kita ingin melaksanakan syariat Islam secara utuh itu akan sulit hidup dimana saja. Harusnya kita pakai saja ayat fattaqullah mastatha’tum, bertakwalah kepada Allah semampumu,” ucapnya.
Dengan bangga, Syafii bernostalgia, dulu pada tahun 70-an sebelum dirinya berangkat ke Chicago, Amerika Serikat, dirinya adalah orang yang sangat anti-terhadap Pancasila. “Tetapi setelah dicuci otak oleh Fazlul Rahman (Profesor di Chicago) saya berubah,” ujarnya sambil terkekeh. Syafii mengaku dirinya sedih melihat kondisi bangsa ini, dimana pemerintah tidak serius dalam mengelola negara. Ia juga sedih melihat kelakuan umat Islam yang anti terhadap pluralisme dan berupaya memaksakan kehendak terhadap minoritas. “Kalau tidak sedikit paham Al-Qur’an, mungkin saya malas jadi orang Islam,” tandas Syafii.
Dalam pandangan Syafii, formalisasi syari’ah Islam menunjukkan prilaku beragama hitam putih. Untuk melemahkan tuntutan penegakan syariat Islam, Syafii melakukan manipulasi sejarah, dan menggiring pemahaman Islam ke arah paham sesat dan menyesatkan.
Belum lama ini Haedar Nasir menulis buku dan dibedah bersama Syafii Maarif, untuk menghantam Islam syari’at di Indonesia. “Gerakan syari’at  berangkat dari daerah-daerah menuju ke pusat. Gerakan ini mengganggu gerakan islam liberal, karena itu gerakan islam moderat perlu mengantisipasi.”
Apa yang hendak diantisipaisi dari perjuangan Syari’at Islam? Apakah mereka punya kitab suci dan nabi yang mengajarkan penolakan terhadap syari’ah Islam? Nabi Allah yang mana yang mendakwahkan Islam tanpa menegakkan syari’ah Allah? Sikap mereka dan yang sepaham dengannya, merupakan cermin dari tokoh-tokoh munafiq di zaman Nabi, pewaris dari sikap tokoh munafiq Ubay bin Salul.
Wallahu a’lam bis shawab!

Senin, 29 Desember 2014

Tips Menghafal Al-Quran

Hafidz

Disusun Oleh:

Dr. Abdul Muhsin Al Qasim

Segala puji Bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dalam tulisan ini akan kami kemukakan cara termudah untuk menghafalkan al quran. Keistimewaan teori ini adalah kuatnya hafalan yang akan diperoleh seseorang disertai cepatnya waktu yang ditempuh untuk mengkhatamkan al-Quran.


Intervensi Demokrasi Dalam Islam (Part - 3)

DemokrasiBaca Sebelumnya - Intervensi Demokrasi Dalam Islam (Part - 2)


Jika Islam yang dimaksud seperti yang dipahami kebanyakan orang Islam yang anti syari’at Islam, atau menerima sebagian dan menolak sebagian dari ajaran Islam, mungkin dapat diselaraskan dengan demokrasi. Tetapi jika Islam yang dimaksud seperti yang diwahyukan Allah dan diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, mustahil bisa dicocok-cocokkan. Sebab Islam berdiri tegak di atas landasan Tauhid, sedang demokrasi berdiri tegak di atas landasan hawa nafsu. Islam memiliki sumber hukum (Qur’an dan Hadits), sedang demokrasi sumber hukumnya ‘kemauan orang banyak’. Islam mengharamkan daging babi, khamer, pelacuran, perjudian, ekonomi ribawi, sedang demokrasi menganggap kemaksiatan dan kemungkaran sebagai fasilitas hidup.
Barangkali benar, bila dalam menjalani kehidupan ini seorang Muslim tidak memiliki ukuran atau barometer ideologis yang jelas, sikap dan pernyataannya kerapkali kontraproduktif. Seperti ucapan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Ketua Majelis Syuro PBB), pada Ahad, 16 Shafar 1431 H/ 31 Januari 2010 M, dalam suatu dialog dengan penulis, di hadapan Musywil Partai Bulan Bintang, Jawa Timur, Surabaya.
“Demokrasi tergantung ta’rif mana yang digunakan, karena makna demokrasi itu banyak, tidak tunggal. Perbedaan amal demokrasi atau amal Islami, mungkin saja dirasakan oleh mereka yang bergelut di bidang teori, tapi bagi yang bergelut secara praktis dan pengambil keputusan, tidak merasakan adanya konflik ideologi seperti itu. Apakah ini amal Islami atau aktivitas demokrasi, bagi saya sama saja,” tegasnya.
Pertanyaannya, jika ta’rif demokrasi tidak tunggal, lalu umat Islam harus mengidentifikasikan diri pada makna demokrasi yang mana, sehingga tidak melanggar syari’at Islam? Kaitannya dengan kebingungan memilih dan memilah ‘yang ini amal demokrasi’ atau ‘yang itu amal Islami’, sebenarnya tidak sulit. Mereka yang sedikit memahami ushul fiqh, dapat mengetahuinya melalui kaidah ushuliyah. Dalam teori ushul fiqih, Imam Syafi’i membuat kategorisasi amal yang disebut “Anwa’u af’alin Nabiyyi, yaituaf’alun (perbuatan) Nabi, sebagai barometer amal dibagi tiga bagian:
Pertama, amal yang bersifat Qurbah, seperti tuntunan ibadah dari Nabi yang tidak boleh di rubah.
KeduaTho’ah, kehidupan kemanusiaan, yang dibatasi dengan hukum wajib, sunnah, dan mubah. Contoh, mandi junub. Mandinya sendiri tanpa diatur agama, kita sudah biasa mandi, dilakukan oleh orang kafir maupun Muslim. Bedanya, mandi junub bagi orang Islam adalah mandi yang dilakukan setelah berhubungan seksual dengan istri, perempuan datang haid atau nifas. Agama yang dibawa Nabi Muhammad menjelaskan itu, maka kita mesti Tho’ah.
Ketiga, bersifat Jibillah, perbuatan Nabi yang bersifat naluriah. Dalam hal perbuatan yang bersifat jibillah prinsipnya adalah mubah, kecuali ada larangan.
Jadi, tidak perlu bingung, apalagi melakukan sinkretisasi ideologi. Dengan kategorisasi ini, dimaksudkan agar seorang Muslim dalam menerima atau menolak sesuatu, bukan karena sesuai atau bertentangan dengan demokrasi; melainkan selaras dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Ketakutan kelompok liberal akan bahaya menguatnya kekuatan Islam yang dianggap sebagai ancaman bagi masa depan pluralisme di Indonesia terus diopinikan dengan resonansi yang kian masif. Sebuah forum yang menyebut dirinya “Konferensi Nasional Lintas Agama” atau Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) yang dihadiri oleh sekitar 80 peserta ‘tokoh lintas agama dan kepercayaan’ dari berbagai daerah, dan menolak Perda yang bernuansa Syariat Islam, memutuskan akan mendesak Pemerintah untuk mencabutnya. 
“Kami akan sampaikan kepada presiden dan wapres yang baru terpilih agar perda-perda dievaluasi dan bisa masuk ke MK (Mahkamah Konstitusi) atau Mahkamah Agung (MA) untuk dilakukan judicial review”, ujar ketua forum yang ternyata seorang Doktor Agama Islam dan PNS di Departemen Agama RI.” (Harian Surya, Rabu 7/10/09).
Apa yang disebut Perda Syariah itu? Yaitu, adanya daerah-wilayah di Republik Indonesia ini, di mana para pejabat legislatif yang beragama Islam membuat kesepakatan untuk menggoalkan suatu Perda (Peraturan Daerah) yang diinspirasi ajaran agamanya, yakni Syariat Islam terkait pengelolaan wilayah, (seperti menolak perjudian, pelacuran, korupsi, dan kemasiatan lain sesuai tuntunan agama yang dipeluknya). Mereka menggunakan mekanisme yang sudah sejalan dengan proses pembuatan sebuah perda, termasuk, tentu saja rapat-rapat di DPRD dengan pihak lain, lalu mereka berhasil menggoalkan Perda tersebut. Apa yang salah dengan Perda seperti itu?

Masjid Di Wina Dinodai Dengan Bangkai Babi

Masjid Dinodai Dengan BabiDalam sebuah serangan anti-Muslim terbaru di Austria, sebuah masjid Wina dinodai dengan bangkai babi pada Hari Natal, yang mencerminkan sentimen anti-Muslim di negara Eropa.

Intervensi Demokrasi Dalam Islam (Part - 2)

Demokrasi
Tragisnya, sebagian besar penganut Islam tampaknya merasa amat sangat bersyukur –bukan bersedih- Indonesia diatur dengan sistem demokrasi, sehingga beramai-ramai menolak syari’at Islam. Mereka menganggap demokrasi sebagai pemersatu dan penyelamat, sedangkan syari’at Islam diposisikan sebagai ancaman dan pemecah belah rakyat.
Ucapan dan rasa syukur itu diungkapkan, misalnya oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam orasi pengukuhan sebagai Capres 2009: “Saya bersyukur kepada Allah Swt, keluarga saya diatur dengan demokrasi, sehingga setiap orang dalam anggota keluarga saya bebas berpendapat,” katanya bangga.

Kontra Syari’at Islam

Pertarungan antara yang haq dan bathil merupakan sunnatullah. Sedangkan upaya mensinergikan antara keduanya, adalah program syetan. Oleh karena itu Islam dengan tegas menolak sinkretisasi/oplos kebenaran dan kebathilan sebagaimana firman-Nya:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dan yang bathil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah, 2:42)
Pada tataran ideologis dan praktis, pertarungan yang terjadi sekarang bukan hanya antara Muslim dan Non Muslim, justru antara  Muslim yang mendukung dan anti formalisasi syari’ah.  Proses syetanisasi di negeri ini, tidak hanya dimonopoli orang kafir; tetapi berlangsung secara legal, formal, dan konstitusional. Seperti dikatakan sekte JIL (Jaringan Islam Liberal), “Kita menerima ideologi demokrasi, karena demokrasi mensinergikan antara yang baik dan buruk, halal dan haram.”
Kelompok anti syari’ah Islam meyakini bahwa demokrasi lebih tepat bagi bangsa Indonesia, karena bisa mensinergikan antara halal dan haram sesuai kebutuhan. Akibatnya muncul sikap ambivalen dan munafik.
Pada masa Orde Baru kekuasaan politik memang cenderung represif pada Islam karena dianggap menjadi salah-satu potensi ancaman pada rezim yang sedang berkuasa. Upaya sistematis dilakukan oleh kekuasaan formal untuk menekan gerak sosial-politik umat Islam termasuk pemberian cap ‘ekstrim kanan, subversi, radikal, teroris dsbnya,’ yang ujung-ujungnya menekan aktifis Islam untuk tidak bisa bergerak maju dalam bidang sosial-politik.
Partai politik yang berasas Islam pun secara sistematis diseret ke arah meninggalkan asas Islam, demikian pula dengan ormas Islam sekalipun yang akhirnya merubah asas Islam menjadi asas lain. Masalahnya, apakah dengan mimikri politik seperti itu Indonesia menjadi lebih maju dan berjaya? Kerusakan masyarakat terus saja bertambah di atas kerusakan yang sudah menggunung.
Lalu, mengapa ada sejumlah tokoh Muslim, bahkan dari kalangan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pembela Islam, justru menolak formalisasi syari’at Islam? Mengapa terdapat hamba Allah yang membangkang kepada Allah Swt? Apa sesungguhnya dasar berfikir yang melatarbelakangi mereka menolak syari’at Islam?
Menurut pengalaman bertahun-tahun di arena perjuangan, dan fakta sosial di masyarakat, faktor penyebabnya antara lain:  di kalangan kaum Muslimin, muncul kesan bahwa menegakkan kehidupan berbasis Islam merupakan ancaman terhadap keselamatan diri di tengah berlangsungnya globalisasi politik, ekonomi, budaya dan globalisasi agama. Hal ini tercermin pada keengganan mereka untuk berterus terang dengan agamanya, dan dengan terpaksa menerima stigmatisasi musuh-musuh Islam; bahwa Islam adalah agama yang telah kehilangan relevansi untuk terus dipertahankan di era globalisasi ini. Padahal Allah Swt telah menginformasikan melalui firman-Nya:
“Thaaha, Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah, yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan langit dan bumi yang tinggi.” (Qs. Thaaha, 20:1-3)
Selain faktor di atas, banyak kalangan Muslim yang memosisikan Islam selaras dengan demokrasi. Sehingga, ketika mereka melakukan amal-amal demokrasi berlandaskan kedaulatan rakyat dan tunduk pada suara mayoritas, mereka ingin perbuatannya itu dilabeli merk ‘Islami’. Padahal, tidak semua ajaran demokrasi sesuai syari’at Islam, sebaliknya apa yang sesuai dengan syari’at Islam dianggap tidak demokratis.

Sabtu, 27 Desember 2014

Intervensi Demokrasi Dalam Islam (Part - 1)

Demokrasi
PERJALANAN sejarah perjuangan umat Islam akhir-akhir ini mencatat, bahwa gerakan Islam memiliki potensi cukup besar untuk memenangkan suara mayoritas melalui pemilu demokrasi. Akan tetapi, kemenangan tersebut menjadi tidak efektif setelah kekuasaan itu diraih. Kemenangan FIS di Al-Jazair pada era 90-an sebagai contoh, begitu mudah dianulir pihak militer. Begitupun kemenangan Najmuddin Erbakan di Turki. Jauh sebelumnya, kemenangan Masyumi di Indonesia hingga meraih kursi Perdana Menteri.

Kamis, 25 Desember 2014

4 ALASAN AGAMA ISLAM MELARANG MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL APALAGI MERAYAKANNYA!!!!

Hukum Ucapan Natal
4 ALASAN AGAMA ISLAM MELARANG MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL APALAGI MERAYAKANNYA!!!!

Pertama, hari natal bukanlah perayaan kaum Muslim. Rasulullah telah menjelaskan dengan sangat tegas bahwasanya perayaan bagi Kaum Muslim hanya ada 2, yakni ketika Idul Fitri dan juga Idul Adha. Anas bin Malik RA berkata : "Ketika Rasulullah datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan 

Rabu, 24 Desember 2014

Fatwa MUI Terkait Perayaan Natal

Majelis Ulama Indonesia
Setiap menjelang perayaan natal 25 Desember, umat Islam di Indonesia selalu saja dibuat gelisah dan bingung, terkait hukumnya menghadiri perayaan natal bersama. Khususnya, mereka yang pengetahuan serta pemahaman aqidahnya kurang kuat (labil).

Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jelas memfatwakan haram tentang hal itu sejak tahun 1981 lalu.        

Alasan Buya Hamka Mengundurkan Diri Dari MUI

Buya Hamka
Mengapa Hamka mengundurkan diri? Hamka sendiri mengungkapkan pada pers, pengunduran dirinya disebabkan oleh fatwa MUI 7 Maret 1981. Fatwa yang dibuat Komisi Fatwa MUI tersebut pokok isinya mengharapkan umat Islam mengikuti upacara Natal, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa.
Fatwa ini kemudian dikirim pada 27 Maret pada pengurus MU di daerah-daerah. (TEMPO, 16 Mei 1981). Bagaimanapun, harian Pelita 5 Mei lalu memuat fatwa tersebut, yang mengutipnya dari Buletin Majelis Ulama no. 3/April 1981.

Selasa, 23 Desember 2014

Tips Asyik Buat Yang lagi Jomblo

Jomblo Is FunAssalamuallaikum, hallo kita jumpa lagi, sob. Yang jomblo-jomblo mana suaranyaaaaa!! Hee... Kali ini kita mau kasih beberapa tips asyik buat kamu, biar nggak merasa seperti species terasing dan member tetap kasta tersiksa dimalam minggu. Cekidot yach

Kebebasan Itu Omong Kosong!!

Kebebasan"Aku pengen hidup bebas!! aku paling nggak suka diatur- atur". Itulah curcol kebanyakan kita yang ngerasahopeless banget, saat merasa jadi boneka karena suka diatur- atur oleh orang- orang sekitar. Sebagai anak baru gede yang lagi nyari jati diri, kadang kita pengen sesuka hati melangkah kemanapun  yang kita suka, buat nyari pengalaman. Tapi friend,apa iya kebebasan yang sedang kita cari itu match banget sama kita? apa iya kebebasan itu membebaskan kita? dan apa iya dengan kebebasan itu, kita bisa hidup enak dan nyaman? yuk bareng- bareng kita discuss disini. 

Remaja Islam Pemberani

Remaja Islam Pemberani
Udah tahu Harun Al Rasyid? Dia seorang khalifah besar yang pernah memimpin  Armenia, Azerbaijan, Mesir, Suriah dan Tunisia.  Dan tau ngga, dia menjadi khalifah saat usianya masih 21 tahun. LUAR BIASA! Bahkan saat umurnya masih 18 tahun, Harun udah memimpin banyak pertempuran melawan Kekaisaran Romawi Timur. Karena itulah dia berhasil menyabet gelar Jenderal dengan sebutan Al-Rasyid, yang artinya mengikuti jalan benar, atau orang yang benar.

Senin, 22 Desember 2014

Antara Aliran Sesat Syiah, Ahmadiyah dan LDII Vs JIL

Kesan dari Memberikan Materi tentang Aliran Sesat dalam Penataran para Da’i
Oleh: Ustadz Hartono Ahmad Jaiz
Di tengah hiruk pikuk berita tentang mengamuknya aliran sesat LDII di Masjid Al-Hijri UIKA Bogor hingga mereka dilaporkan ke polisi, sedangkan MUI serta umat Islam bertekad agar kasus mengamuknya LDII di Masjid  itu diproses secara hukum hingga tuntas; saya diundang untuk memberikan materi dalam penataran para da’i.  Materinya adalah tentang aliran sesat.
Waspada Aliran SesatPenataran diselenggarakan oleh yayasan di lingkungan Angkasa Pura II Cengkareng (Masjid Nurul Barkah) dengan peserta para da’i dari 5 kecamatan di sekitar Bandara Cengkareng Tengerang Banten. Tempat penataran atau diklat untuk para da’i ini di Bukit Emas, Wisma Angkasa Pura II, di Cimacan – Pacet  Cianjur Jawa Barat. Di daerah yang cukup sejuk itu saya diminta untuk menyampaikan materi tentang aliran sesat dan musykilat (problema) da’wah dan da’iyah (juru da’wah), Rabu 10 Sya’ban 1434H/ 19 Juni 2013.

Hukum Qaza’ (Mencukur Rambut Sebagian)

Mencukur Rambut SebagianTelah sah dari Ibnu ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa beliau berkata,
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ‏‎ ‎ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻧَﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻘَﺰَﻉِ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam melarang dari Qaza’.”
Ditanyakan kepada Nâfi’ yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, “Apa Qaza’ itu?” Nâfi’ menjawab, “Sebagian kepala anak kecil digundul, dan sebagian yang lainnya ditinggalkan.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Lafazh hadits milik Muslim)

Kebinasaan Umat

KebinasaanSuatu umat dan bangsa mengalami pasang surut, ada saat dimana mereka hidup dengan kemuliaan dan kejayaan, namun pada saat yang lain mereka hidup dalam kehinaan dan kesengsaraan hingga tercatat dalam sejarah sebagai umat yang terpuruk. Sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, kita tentu tidak ingin menjadi umat dan bangsa yang terpuruk. Karena itu, perlu kita cari sebab utama keterpurukan suatu umat atau bangsa agar kita bisa mencegahnya sejak dini dan bila itu sudah ada segera kita hentikan.

Generasi Terburuk

Generasi NasionalismeSalah satu dambaan kita dalam hidup ini adalah lahir dan terwujudnya generasi yang terbaik. Indikasi terwujudnya generasi yang terbaik memang sudah ada, misalnya dengan banyaknya kaum muslimin yang memiliki komitmen yang begitu kuat terhadap Islam sebagai agama yang harus diamalkan dalam kehidupan nyata dalam berbagai aspeknya.
Namun bila dibandingkan dengan generasi yang sebaliknya, rasanya terwujudnya generasi yang terbaik masih amat jauh, hal ini karena begitu banyak generasi manusia yang memiliki profil generasi yang terburuk. Dalam satu hadits, Rasulullah Saw menyebutkan tentang ciri-ciri generasi terburuk yang harus kita jauhi, hadits tersebut berbunyi:

Minggu, 21 Desember 2014

Benar Dulu Baru Manfaat

Antara Benar Dan Salah
YANG netral dapat dipergunakan untuk kebaikan maupun keburukan. Nilainya tergantung pada penggunaan. Ini serupa dengan perkara mubah dalam agama. Yang haq dapat dipergunakan untuk kebaikan, pun keburukan. 

Kita menjumpai orang yang menggunakan kalimat haq untuk tujuan bathil. Apa ia katakan adalah kebenaran, tetapi dipergunakan dalam rangka mendukung kebathilan. Yang demikian ini serupa dengan ibadah fardhu; orang dapat mengerjakan tapi bukan dalam rangka taat. Selain itu, orang dapat melakukan untuk niat yang salah. Maka dalam hal ini, dua hal yang diperlukan, yakni benar dalam melaksanakan dan lurus dalam niat.

Harga BBM Naik, Usah Panik !

BBM Naik Rakyat Menjerit
SAAT harga BBM dunia turun, harga BBM di Indonesia naik dan membuat masyarakat heboh bukan kepalang. Tak hanya ibu-ibu di pasar, emosi supir angkot di SPBU pun ikut terbakar. Apakah kenaikan harga semacam ini pernah terjadi di zaman Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasalaam? Mari kita simak paparan mengenai fenomena kenaikan harga tersebut dan bagaimana seharusnya sikap seorang Muslim dalam menghadapinya, sebagaimana dilansir Konsultasi Syari’ah sejak 14 Maret dan menjadi viral pada media sosial seperti WhatsApp dan Facebook, Selasa (18/11). 

Waspadai Penyebab Gangguan Kepribadian Muslim

Kepribadian
MENJADI Muslim di era global seperti sekarang memerlukan keteguhan hati dan kesungguhan upaya untuk tetap eksis hidup di atas landasan iman dan takwa. Jika tidak, boleh jadi status kita masih sebagai Muslim, namun dalam konteks cara berpikir dan tindakan, semua justru jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri.

Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap Muslim mengerti tentang kepribadian Muslim yang benar agar terhindar dari pengaruh-pengaruh destruktif di era modern yang secara cepat atau lambat akan menggerus kepribadian kita sebagai seorang Muslim.

KEBENARAN YANG BISU BUKANLAH KEBENARAN

BisuSuatu saat, tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, salah seorang sahabat Rasul, Abu Dzar Al Ghifari menghadap Rasul dengan membawa rombongan orang-orang dari Ghifar dan Aslam yang sudah masuk Islam. Digambarkan karena sangat banyaknya, jika saja orang melihat mungkin mereka mengira yang dilihatnya adalah pasukan orang-orang musyrikin, ternyata yang memimpin rombongan tersebut adalah Abu Dzar.

Melihat kehadiran rombongan yang dipimpin Abu Dzar, Rasul pun menyambut mereka dengan menyatakan: “Suku Ghifar telah diampuni oleh Allah” dan “Suku Aslam telah diberi keselamatan dan kesejahteraan oleh Allah”. Sedangkan secara khusus kepada Abu Dzar, Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan: “Tidak akan pernah diketemukan di kolong langit ini seorang manusia yang sangat benar ucapannya, sangat tajam dan sangat tegas dalam hal mengucapkan kebenaran kecuali Abu Dzar”.